Stats Perform
·24 Mei 2019
In partnership with
Yahoo sportsStats Perform
·24 Mei 2019
Degradasi ke kasta bawah tidak hanya mengurangi gengsi klub, tapi juga pendapatan secara signifikan. Tapi di Inggris, ada skema bantuan supaya tim-tim yang degradasi tetap bertahan secara finansial.
Sudah menjadi rahasia umum jika kompetisi Liga Primer Inggris merupakan liga termahal di dunia. Pasalnya, setiap klub kontestan mendapat kucuran dana menggiurkan dari hak siar televisi.
Tapi di balik kemegahan kompetisi tertinggi di Inggris ini, tentu ada risiko besar yang dihadapi para tim peserta. Bukan hanya soal mendapat tempat di EPL, bisa bertahan di surga-nya sepakbola pun bukan perkara gampang. Padahal, mempertahankan keikutsertaan mereka di Liga Primer dapat memberikan keuntungan materi yang wah.
Dari 20 tim yang berkompetisi di Liga Primer sepuluh tahun lalu, misalnya, hanya tujuh yang konsisten bertahan di kasta teratas, yaitu Manchester City, Liverpool, Chelsea, Arsenal, Everton, Tottenham dan Manchester City.
Sisanya terdegradasi. Aston Villa, Fulham, West Ham, Stoke City, West Bromwich Albion, Newcastle United, Hull City dan Middlesbrough turun ke Championship, sementara Bolton, Sunderland, Wigan Athletic, Portsmouth dan Blackburn Rovers terperosok lebih jauh ke League One.
Kalau sudah begini, bukan cuma gengsi klub yang merosot tapi keuangan pun jadi cekak. Padahal tak sedikit tim-tim medioker ini belanja pemain dengan gaji mahal untuk membantu mereka bertahan di tengah sengitnya persaingan liga. Saat tim itu harus turun kasta, mereka dipaksa melepas si pemain itu demi menyeimbangkan neraca keuangan.
Tapi di Liga Primer, mereka punya kebijakan yang dikenal dengan sebutan parachute payments atau pembayaran parasut supaya klub yang terdegradasi tidak mengalami ketimpangan terlalu jauh di sektor finansial mereka dan dapat menyesuaikan diri saat mereke terdegradasi.
Seperti yang sempat disinggung sedikit di atas, pembayaran parasut dirancang untuk memberikan “keringanan beban finansial” kepada klub Liga Primer yang terdegradasi ke Championship.
Misal, Queens Park Rangers memiliki beban yang cukup tinggi di Liga Primer, sehingga saat degradasi mendapat masalah keuangan gara-gara terbebani anggapan gaji. Nah, untuk menjembatani problem tersebut diberikanlah pembayaran parasut ini.
Konsep ini pertama kali diperkenalkan di musim 2006-07, kemudian dirombak dari 2016-17 dan digunakan sampai sekarang.
Pada awalnya, pembayaran parasut ini didistribusikan kepada tim-tim degradasi selama empat tahun beruntun, tapi per 2015 mengalami perubahan hingga berkurang menjadi tiga tahun dan hanya dua untuk tim yang cuma semusim bertahan di Liga Primer.
Pembayaran parasut bekerja sama dengan pembayaran solidaritas, dengan nilai keseluruhan mencapai £100 juta, yang didistribusikan di antara semua klub liga setiap musim.
Pembayaran solidaritas bertujuan untuk mengimbangi potensi ketimpangan antara klub yang bisa timbul akibat pembayaran parasut.
Pembayaran parasut kepada klub yang terdegradasi berdasarkan pada pendapatan penyiaran Liga Primer. Karena itulah nilai keseluruhan pembayaran ini bervariasi dari waktu ke waktu, meningkat secara bertahap dari hak siar yang membanjiri pemainan sepakbola Inggris.
Di tahun pertama, pembayaran yang diberikan adalah 55 persen dari nilai yang diterima masing-masing klub Liga Primer sebagai bagian dari pendapatan siaran. Berdasarkan angka terkini, presentasi itu kira-kira £40 juta. Presentasi berukurang menjadi 45 persen di tahun kedua (sekitar £35 juta) dan 20 persen di tahun ketiga (sekitar £15 juta).
Penting untuk dicatat, tim-tim yang terdegradasi di musim pertama mereka di Liga Primer setelah promosi hanya menerima dua tahun pembayaran parasut.
Jika tim kembali promosi ke Liga Primer dalam kurun tiga tahun tersebut, mereka tidak dapat melanjutkan penerimaan pembayaran parasut.
Langsung