Stats Perform
·27 September 2018
In partnership with
Yahoo sportsStats Perform
·27 September 2018
Periode transisi di mana-mana tidak pernah mudah. Tanyakan hal ini pada Manchester United, yang sepeninggal Sir Alex Ferguson pada 2013 masih kesulitan untuk menjadi penantang serius juara Liga Primer Inggris sampai hari ini.
Di La Liga Spanyol, Sevilla juga tertatih-tatih menjalani periode transisi menyusul kepergian pelatih Unai Emery dan sang guru transfer Monchi. Dampak paling mencolok, Sevilla berkali-kali berganti pelatih.
Musim lalu, setelah lepas dari Jorge Sampaoli, Sevilla menunjuk Eduardo Berizzo. Namun Berizzo cuma bertahan sampai Desember setelah kinerjanya cuma bagus di awal. Vincenzo Montella lantas mengambil alih dan hasilnya kurang lebih sama.
Kendati membawa Sevilla hingga final Copa del Rey dan menyingkirkan Manchester United di babak 16 besar Liga Champions, Montella inkonsisten di liga dan membuatnya lengser sebelum musim berakhir. Joaquin Capparos lantas bertindak sebagai caretaker.
Tim Andalusia itu menyudahi musim 2017/18 dengan kepala tertunduk: tiga kali ganti pelatih dan finis ketujuh di La Liga alias untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir berada di belakang rival sengit Real Betis.
Masuk Pablo Machin di musim panas kemarin. Walau minim pengalaman di level tertinggi, Machin punya kinerja apik bersama tim promosi Girona di musim lalu sehingga membuat Sevilla kepincut. Girona besutan Machin secara ajaib mengakhiri musim di peringkat ke-10, cuma berjarak tujuh angka dari Sevilla.
Di klub barunya, Machin langsung menerapkan apa yang menjadi kunci suksesnya di Girona: organisasi taktik yang jelas. Keberhasilan menahan imbang Atletico Madrid kandang-tandang hingga menjungkalkan Real Madrid adalah sedikit bukti dari kehebatan Machin di musim lalu.
Real Madrid bahkan kembali menjadi korban Machin di musim ini. Tidak tanggung-tanggung, Sevilla arahan Machin mampu melibas juara Eropa itu dengan skor telak 3-0 di Ramon Sanchez Pizjuan, Kamis (17/9) dini hari WIB.
"Ini adalah malam spesial untuk dinikmati dan diingat bagi masyarakat Sevilla. Sayang, kemenangan ini tidak terjadi di akhir pekan sehingga perayaan malam ini terasa begitu singkat," ujar pelatih berusia 43 tahun itu selepas laga.
Cara Machin mengalahkan Madrid mirip-mirip seperti saat ia masih di Girona, yakni memanfaatkan kecepatan full-back dan mengeksploitasi Marcelo yang terlalu maju ke depan. Dua gol pertama Sevilla ke gawang Thibaut Courtois mengimplementasikan sempurna formula itu.
Dalam dua situasi serangan balik, Jesus Navas bebas berlari di sayap kanan sementara Marcelo ketinggalan di belakang. Ini memudahkan Navas untuk mengirimkan bola ke kotak penalti di mana Andre Silva menanti. Brace pun dilesakkan striker pinjaman AC Milan itu, yang menjadi gol keenamnya di musim ini.
Pada gol ketiga, Marcelo lagi-lagi layak disalahkan setelah kalah dalam duel udara dengan Franco Vazquez, yang menghasilkan assist buat Wissam Ben Yedder untuk menutup malam gemilang Sevillistas.
Lini depan Sevilla memang sedang buas-buasnya belakangan ini. Sudah 14 gol mereka ciptakan dalam tiga laga terakhir! Sebelumnya, Standard Liege dan Levante lebih dulu menjadi korban. Taktik jitu Machin ditambah ketajaman Silva dan Ben Yedder menjadi kunci dari suburnya Sevilla.
Soal lini belakang, Machin masih berpegang pada skema tiga bek yang bertransformasi menjadi lima bek ketika bertahan. Formasi baru ini secara langsung mengoreksi buruknya pertahanan Sevilla yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi titik lemah mereka.
Gareth Bale dkk. pun dibuat frustrasi oleh trio bek Sevilla selagi Tomas Vaclik tampil gemilang di bawah mistar. Perlu dicatat, ini pertama kalinya Sevilla mengukir clean sheet melawan Madrid sejak 2012.
Terlalu dini untuk menilai Machin bakal mendulang kesuksesan di Sevilla. Namun menyusul kemenangan brilian atas Madrid, gebrakan Machin di sepakbola Spanyol dipastikan akan terus berlanjut.
Langsung
Langsung
Langsung