Stats Perform
ยท5 Mei 2022
In partnership with
Yahoo sportsStats Perform
ยท5 Mei 2022
Gianluigi Buffon mengatakan kariernya akan berbeda jauh dari sekarang seandainya ia menerima tawaran untuk bergabung dengan AC Milan ketika muda.
Penjaga gawang veteran itu memulai kariernya bersama Parma, bergabung dengan akademi klub tersebut pada usia 13 tahun.
Setelah menonjol di sana, membantu Parma menjuarai Piala UEFA pada 1999, Buffon melanjutkan petualangannya dan makin bersinar bersama Juventus dan tim nasional Italia, sukses memenangkan 10 Scudetto Serie A dan Piala Dunia.
Sekarang Buffon kembali ke Parma, tapi kiper legendaris Juventus itu mengatakan hidupnya mungkin akan berbeda jika pindah ke Milan sembari mengakui ada sosok pelatih kiper Ermes Fulgoni yang meyakinkannya untuk tidak menuju San Siro.
"Ermes memutuskan untuk mengubah hidup saya, ialah yang membawa saya ke sini," katanya kepada mahasiswa di La Salle Institute.
"Ketika saya masih kecil, di kepala saya, sampai Mei saya hampir memutuskan untuk pindah dan bermain untuk Milan, kemudian saya datang ke Parma untuk trial dan saya ingat bahwa ketika saya tiba saya terinfeksi oleh antusiasme Ermes, tekadnya dan keceriaannya yang membuat saya berubah pikiran."
"Jika saya tidak bertemu dengannya, kehidupan olahraga saya akan berbeda, tetapi hampir tidak lebih baik dari yang saya jalani. Artinya terkadang Anda harus menyerah pada sensasi dan emosi yang diberikan orang-orang tertentu kepada Anda."
"Pada hari itu ia membuat saya terpesona dan sangat menyentuh saya, karena dia memiliki cara melibatkan saya, cara kerja yang belum pernah saya lihat sebelumnya dan itu membuat saya bersemangat. Itu adalah faktor penentu dalam pilihan saya atas Parma."
Buffon kembali ke Parma dari Juventus musim panas lalu, rela turun ke Serie B.
Penjaga gawang berusia 44 tahun, yang telah membuat 26 penampilan di kasta kedua Italia musim ini, dikontrak hingga 2024.
"Saya tidak tahu bagaimana mengatakannya, Parma selalu merasa menjadi bagian dari saya, kota yang istimewa, seperti tempat perlindungan saya," katanya. "10 tahun yang saya habiskan sebagai anak laki-laki di sini adalah tahun-tahun terpenting dalam perjalanan saya."
"Saya mulai belajar di kelas delapan di sini, jadi saya memiliki semua pertemanan di Parma dan hubungan yang saya jalani. Saya tidak pernah takut untuk kembali."
"Ketika saya kembali ke Parma, bahkan sebagai lawan, saya merasa kembali ke tempat di mana saya merasakan penghargaan dan kasih sayang yang dimiliki orang-orang kepada saya meskipun saya bermain untuk tim lain."