Stats Perform
·15 Desember 2018
In partnership with
Yahoo sportsStats Perform
·15 Desember 2018
Kariernya sempat memudar. Sekarang dia menjadi pahlawan baru River Plate, seorang playmaker andalan yang berangkat dari kegagalan petualangan di Eropa dan mencapai kejayaan di Copa Libertadores. Tahun 2018 menjadi kisah sensasional bagi Juan Quintero yang kini bisa lagi mewujudkan mimpi besar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Quintero, baru berusia 25 tahun, sudah harus berjuang melawan keterbatasan sejak awal. Saat baru berusia dua tahun, ayahnya, Jaime, meninggalkan istri dan anak di Medellin untuk bergabung dengan militer demi mencari nafkah dan kehidupan yang lebih baik untuk keluarga mudanya.
Apa yang terjadi berikutnya masih diliputi misteri. Catatan militer mengindikasikan Jaime dibebastugaskan karena berperangai buruk dan dikirim pulang ke Medellin dengan bis. Pria 23 tahun itu tidak pernah sampai di rumah karena kendaraannya dihentikan kelompok paramiliter dan dia dipaksa turun dari bis kemudian menghilang tanpa jejak. Dia tidak pernah terlihat lagi.
Keluarga Quintero menghabiskan 23 tahun terakhir tanpa hasil menuntut jawaban atas nasib Jaime, seorang pesepakbola menjanjikan yang pernah bergabung dengan tim junior Atletico Nacional sebelum meninggalkan sepakbola karena kekasihnya mengandung. Quintero muda pun harus tumbuh besar tanpa didampingi sang ayah, di lingkungan kota Medellin yang terkenal dengan kartel kokain Escobar pada 1990-an. Dia mengasah kemampuan sepakbolanya di bawah pengawasan paman sekaligus mentor, Freddy, yang juga mengelola sebuah sekolah sepakbola.
Tubuh kecil Quintero -- 1,66 meter, bahkan lebih pendek dari Lionel Messi -- menjadi hambatan lain untuk dapat bersaing di tingkat profesional. Namun, dia terus berlatih hingga akhirnya mampu dikenal bersama klub lokal Envigado -- yang menjadi tempat kelahiran para pemain terkenal seperti James Rodriguez, Gio Moreno, dan Fredy Guarin. Akhirnya, Quintero mengikuti jejak ayahnya dengan menjadi bagian dari Nacional.
Dalam usia 19 tahun, Quintero meraih sukses saat dipinjamkan ke Pescara. Dia tampil gemilang bersama timnas junior Kolombia yang terjun di Piala Dunia U-20 2013. Tak heran jika namanya menjadi incaran klub-klub besar Eropa. FC Porto berhasil memperoleh tanda tangannya, tapi Quintero menghabiskan dua musim berikutnya dengan keluar masuk skuat inti raksasa Portugal itu. Sebagian besar kemampuan hebatnya hanya bisa tersalurkan di bangku cadangan.
Masalah lain adalah aspek disiplin sang pemain. Quintero kerap menyambangi kelab malam hingga dini hari. Mulai muncul pertanyaan atas komitmennya untuk sepakbola. Kiprah terakhirnya di Eropa terjadi musim 2015/16 saat dipinjamkan ke Rennes. Musim itu, dia hanya tampil sembilan kali di Ligue 1 sebagai pemain inti dan hanya mencetak satu gol. Pelatih Rolland Curbis meraung, "Dia pemain yang tidak punya konsentrasi."
"Ada beberapa kebiasaan yang harus dia ubah. Dia pikir dia pemain inti, tapi dia harus membuktikannya saat latihan."
Keadaan membaik ketika Quintero memutuskan pulang ke Kolombia memperkuat Independiente Medellin. Langkah itu dianggap upaya terakhir menghidupkan lagi kariernya. Quintero tampil baik dengan menjaringkan 16 gol sepanjang 2017. Saat peminjamannya hendak berakhir pada Desember, Porto mempertimbangkan menarik lagi sang playmaker hingga akhirnya River Plate datang.
Kiprah awalnya di Argentina tidak lah mudah. River memagarinya dengan kontrak klausul berupa larangan mengunjungi kelab malam dan bar, tetapi Quintero punya masalah lain.
Menjelang musim 2018 dimulai, pemain Kolombia itu ditengarai kelebihan berat badan lebih dari tiga kilogram. Dia membantah tuduhan itu, "Saya tidak kegemukan. Saya pendek dan bokong saya besar." Dengan cepat ucapan itu terkenal di kalangan fans River.
Apapun itu, Quintero tetap butuh waktu menjawabnya dengan penampilan di lapangan. Gol pertamanya untuk River baru tercipta April. Sebagian besar fans menganggapnya perekrutan mubazir. Lebih sering muncul dari bangku cadangan pada menit-menit terakhir lalu menyuguhkan sejumlah trik. Tidak lebih.
Quintero mematahkan keraguan. Musim 2017/18 diakhiri dengan penampilan positif sehingga dia kembali mendapat panggilan timnas Kolombia. Panggilan pertamanya sejak 2015, tapi tepat waktu untuk tampil di Piala Dunia untuk kali kedua. Di Rusia 2018, dia menjadi salah satu pemain Kolombia yang tampil baik meski kampanye mereka berakhir dengan kekalahan adu penalti dari Inggris. Kembali ke River, dia tetap menempati posisi sebagai pemain cadangan yang kemudian menjadi penentu klubnya saat mencetak gol penting ke gawang Independiente pada perempat-final Copa Libertadores.
Itu baru pemanasan saja. Minggu (9/12) pekan lalu, pada leg kedua final di Santiago Bernabeu, River tertinggal dari Boca. Lucas Pratto kemudian memaksa pertandingan dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu. Kedudukan agregat sama kuat, 3-3.
Masuk lah Quintero. Lagi-lagi sebagai pemain pengganti, dia mencetak gol yang mirip seperti gol yang menamatkan petualangan Independiente. Menyisir kotak penalti lawan sebelum melepaskan tembakan kaki keras yang memperdaya Esteban Andrada. Seperti halnya para pendahulu seperti Juan Pablo Angel, Radamel Falcao, Mario Tepes, dan Teo Gutierrez, Quintero kini menjadi salah satu penyihir Kolombia yang akan dicatat buku sejarah emas River.
"Saya menderita dalam kebisuan, tapi saya tetap berjuang, saya bekerja keras," ujar Quintero usai laga final mengisahkan awal sulitnya di Argentina. "Saya menderita, saya punya periode yang buruk. Itu membantu saya lebih kuat secara mental. Saya harus berlatih untuk menjawabnya di atas lapangan."
Selain memiliki sentuhan hebat, cepat, dan punya kaki kiri magis, Quintero juga punya kebiasaan buruk yang membuatnya menghilang dari pertandingan. Membuatnya jadi sasaran empuk kemarahan pelatih, rekan setim, dan fans.
Penampilan tidak konsisten, meski gemilang sepanjang 2018, juga membuatnya menjadi perjudian besar bagi klub-klub yang meminati jasanya. Masa peminjaman Quintero di River berakhir Januari mendatang dan Porto ingin memanfaatkan momen dengan menjualnya. Tottenham Hotspur dan Wolverhampton Wanderers dikabarkan berminat meminang pemain 25 tahun itu, tapi dia juga disebut-sebut mendapat tawaran dari sebuah klub Tiongkok dengan gaji mencapai US$5 juta setahun.
Setiap keputusan baru akan dibuat setelah Piala Dunia Antarklub selesai. Barangkali pertemuan dengan klub raksasa seperti Real Madrid dapat menjadi sasaran berikutnya bagi Quintero dan River. Satu hal yang pasti, sebesar apa pun hambatan yang dihadapi, dia tak gentar meladeni tantangan itu.
Mungkin Quintero belum membuktikan status wonderkid yang pernah disematnya, tapi masih ada waktu buatnya untuk bangkit, yaitu dengan terus menampilan penampilan seperti hari Minggu lalu dari pekan ke pekan.