Bolatimes.com
·03 de agosto de 2025
Cerita Pepe Losada Pelatih Spanyol yang Terjebak di Perang Iran-Israel

In partnership with
Yahoo sportsBolatimes.com
·03 de agosto de 2025
Bolatimes.com - Konflik bersenjata antara Iran dan Israel selama 12 hari pada Juni lalu tak hanya mengguncang stabilitas geopolitik Timur Tengah, tetapi juga menghentikan denyut sepak bola di Iran.
Iran Pro League, kompetisi utama sepak bola negeri itu, terpaksa ditunda hingga 18 Agustus mendatang akibat perang.
Pepe Losada kelahiran Cadiz 1976, yang baru saja diangkat sebagai pelatih fisik Persepolis, klub tersukses di Iran dengan 15 gelar liga, menceritakan pengalamannya kepada Diaro AS dari Turki, tempat timnya menjalani pramusim.
Losada, yang pernah bekerja di klub-klub di Hungaria, India, dan Filipina, kembali ke Iran untuk kedua kalinya setelah sebelumnya sukses meraih treble bersama Persépolis antara 2022 dan 2024.
Namun, kepulangannya kali ini diwarnai situasi sulit.
Konflik singkat antara Iran dan Israel membuat banyak profesional sepak bola, termasuk pelatih ternama seperti Ismail Kartal dan Ricardo Sá Pinto, memilih meninggalkan Iran.
Sebaliknya, Losada memutuskan bertahan untuk membawa Persépolis kembali berjaya.
Perang tersebut tidak hanya menghentikan liga, tetapi juga mengganggu pramusim, latihan, dan kedatangan pemain asing karena pembatalan penerbangan ke Iran.
Banyak pemain internasional Iran bahkan kesulitan pulang ke negara mereka sendiri.
Meski begitu, menurut laporan, tidak ada pemain internasional yang memutuskan kontrak mereka secara permanen.
Losada sendiri, yang tiba di Iran pada 8 Juli, kini memimpin pramusim di resor ski Turki, berlatih bersama klub-klub besar seperti Galatasaray dan Fenerbahce.
“Kami sedang mengontrol performa pemain dengan GPS dan perencanaan ketat. Atmosfernya kompetitif,” ujarnya.
Situasi di Iran sendiri kini berangsur pulih, meski eksodus warga ke negara tetangga seperti Uni Emirat Arab dan bahkan Afghanistan menunjukkan ketegangan yang masih ada.
Menurut data UNHCR, lebih dari 1,68 juta warga Afghanistan telah kembali dari Iran sejak awal 2025, sebagian karena ketakutan akan konflik baru.
Di tengah ini, sepak bola menjadi simbol normalisasi. Losada menegaskan bahwa Iran adalah negara yang indah dengan budaya kaya, meski adaptasi tak selalu mudah.
“Teheran seperti kota tanpa akhir, penuh energi, dan penggemar sepak bola di sini sangat fanatik,” katanya.
Persépolis, yang kini dilatih oleh Vahid Hashemian, legenda sepak bola Iran yang berkarier di Jerman, bertekad mengembalikan kejayaan setelah musim lalu tanpa trofi.
Stadion Azadi, markas mereka dengan kapasitas 77 ribu penonton, sedang direnovasi, sehingga laga awal musim akan dimainkan di luar kota.
Tekanan besar ada di pundak Losada dan tim untuk memenuhi ekspektasi penggemar, termasuk ribuan suporter wanita yang kini diizinkan menonton di stadion setelah desakan FIFA pada 2019.