Lukanya Kering tapi Dukanya Belum, Devi Athok Memaknai Hidup Setelah Tragedi Kanjuruhan | OneFootball

Lukanya Kering tapi Dukanya Belum, Devi Athok Memaknai Hidup Setelah Tragedi Kanjuruhan | OneFootball

In partnership with

Yahoo sports
Icon: Bola.net

Bola.net

·13 de setembro de 2024

Lukanya Kering tapi Dukanya Belum, Devi Athok Memaknai Hidup Setelah Tragedi Kanjuruhan

Imagem do artigo:Lukanya Kering tapi Dukanya Belum, Devi Athok Memaknai Hidup Setelah Tragedi Kanjuruhan

Bola.net - Hujan baru saja reda ketika kami sampai di rumahnya, di kawasan Bululawang, Kabupaten Malang, beberapa waktu lalu. Lampu rumahnya agak redup, seperti suasana hati sang pemilik rumah. Namun, masih ada energi yang besar di rumah itu.

Setelah mempersilahkan kami masuk, sang tuan rumah menawarkan minum. Setelah itu, rangkaian kata-kata keluar dari mulutnya. Sorot matanya tajam, lebih tajam dari lampu di ruang tamu rumahnya.


Vídeos OneFootball


Devi Athok Yulfitri, itulah nama sang tuan rumah. Dia adalah kehilangan dua putrinya dalam Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022, usai laga Arema FC lawan Persebaya Surabaya. Devi Athok masih ingat betul setiap detik kejadian yang mengubah hidup dan cara pandangnya tentang sepak bola.

"Coba pegang ini, mas," ucap Devi Athok sambil menyodorkan kepalanya. "Di sebelah sini ada luka. Ini saya dapat waktu di insiden Sleman. Kalau yang ini kejadiannya di Blitar kalau tidak salah," sambung pria 45 tahun.

Luka itu sudah kering, bahkan tidak lagi terasa sakitnya. Hanya tinggal bekasnya. Bagi Devi Athok, luka itu adalah penanda bahwa dia pernah jadi bagian dari suporter yang rela memberikan segalanya untuk klub yang didukung, Arema FC.

"Dulu, sebelum musim dimulai saya sudah coret-coret kalender. Menentukan jadwal libur dan melihat laga tandang. Sudah jauh-jauh hari bilang ke bos izin libur. Tandang saja kita datang, apalagi saat bermain di kandang sendiri," kata Devi Athok.

Imagem do artigo:Lukanya Kering tapi Dukanya Belum, Devi Athok Memaknai Hidup Setelah Tragedi Kanjuruhan

Mendung gelap di atas patung singa di area Stadion Kanjuruhan (c) Bagaskara Lazuardi

Namun, malam 1 Oktober 2022 jadi titik balik perjalanan Devi Athok sebagai seorang suporter sepak bola. Malam itu, satu momen yang tidak pernah ada dalam angan-angan Devi Athok terjadi. Dua putrinya, Natasya Demi Ramadani (16) dan Nayla Debi Anggraini (13) meninggal di tribune.

Devi Athok sendiri yang mengenalkan dua putrinya dengan sepak bola. Dia yang dulu sering mengajak Natasya dan Nayla ke tribune untuk menyaksikan sepak bola. Dulu, ketika sepak bola masih jadi bagian dari hidupnya.

"Dulu, bagi saya, jadi suporter itu harus memberikan segalanya dan selamanya ada untuk mendukung klub. Lebih dari uang untuk beli tiket. Luka di kepala ini tadi buktinya," katanya.

Kini, Devi Athok punya cara pandang baru. Baginya, seorang suporter tidak harus memberikan segalanya pada klub. Loyalitas bukan berarti memberikan segalanya, termasuk nyawa. "Jangan ada lagi istilah suporter harus berikan segalanya dan selamanya," katanya.

Saiba mais sobre o veículo